Setiap Jumat bakda salat isya, di masjid sebuah desa, terselenggara pengajian rutin. Pesertanya tak banyak, hanya berkisar sepuluh orang. Mereka, yang kebanyakan adalah pemuda, datang untuk mengaji karena memang haus akan ilmu.
Selain itu, mereka menyadari bahwa sang pengampu pengajian, yang disapa dengan sebutan kiai itu, merupakan sosok yang menjadi washilah (jembatan) keberkahan dalam hidup. Ya, ngalap berkah. Demikian seringkali dituturkan anak-anak muda pecinta masjid itu.
Namun saban pekan pengajian, sang kiai–sebut saja Kiai Mursid—itu selalu merokok saat pengajian berlangsung. Kiai Mursid duduk persis di depan mimbar, membelakangi tempat pengimaman. Sembari menjelaskan, jari tangan kanannya terlihat sibuk mengantarkan rokok ke mulut dan membuang abunya ke gelas plastik air mineral yang diberi sedikit air.
Pemandangan itu, rupanya mengganggu batin salah seorang peserta pengajian (santri). Sebutlah namanya, Haidar. Ia juga perokok berat. Tapi tak berani merokok di dalam masjid. Sebab baginya, masjid adalah rumah Allah yang harus suci dan bersih dari asap rokok.
Tapi ada yang mengganjal. Asumsi Haidar selama ini tentang keharaman merokok di dalam masjid itu seperti terbantahkan lantaran ia melihat Kiai Mursid, guru ngaji yang disegani dan penuh kharisma di wajahnya itu, selalu berani merokok di rumah Allah yang suci.
Hati Haidar bergejolak, karena barangkali asumsinya selama ini salah. Maka, saat sesi tanya jawab diberikan Kiai Mursid, Haidar langsung mengangkat tangan memberanikan diri untuk bertanya.
"Kiai saya mau tanya, sebenarnya apa dan bagaimana hukum merokok di dalam masjid? Saya mohon penjelasannya," tanya Haidar, berharap Kiai Mursid memberikan jawaban bahwa merokok di dalam masjid boleh. Sebab di saku kemeja yang Haidar kenakan, ada korek dan rokok yang siap dibakar.
Namun, mendapat pertanyaan dari Haidar seperti itu, Kiai Mursid justru terlihat kaget mendapat pertanyaan yang dirasa menyudutkan. Dengan satu tarikan nafas, ia lantas menjawab dengan sangat santai dan penuh yakin.
"Boleh merokok di masjid asalkan kiai," jawab Kiai Mursid, seraya menghisap rokoknya kembali.
Mendapat jawaban itu, wajah Haidar terlihat memelas karena menahan rasa asam di mulutnya. Sebab, sudah hampir satu jam pengajian berlangsung, ia menahan diri untuk tidak merokok.
Lalu secara spontan ia melontarkan celetukan, "Wah ini namanya intimidasi."
(Cerita ini disadur dari buku Kisah Jenaka KH Hasyim Muzadi: Indonesia Ha..Ha..Ha..!!)
0 komentar: