Entah agama apa yang benar?? Pertanyaan itu yang selalu ada dalam benak saya, seketika iman sedang melemah. Namun justru karena pertanyaan itulah, saya jadi semakin 'kepo' dalam mencari kebenaran tentang sisi keilahian dalam diri saya, apa benar hanya Islam agama yang 'paling mulia' di sisi Tuhan?? Lantas mengapa ada istilah 'Bangsa pilihan Tuhan' untuk agama Yahudi atau 'anak-anak Tuhan' untuk umat Kristiani?? Apa mungkin Dzat sekaliber Tuhan tak punya pendirian dalam menentukan agama mana yang Dia istimewakan?? Sebagai seorang yang beriman, tentu saya tak pernah sedikitpun meragukan Tuhan yang sejak kecil sudah dikenalkan kepada saya oleh tetua-tetua saya. Meski saya belum pernah melihat seperti apa sosok Tuhan yang sesungguhnya, namun saya tetap meyakini bahwa Tuhan yang tetua saya selalu sembah adalah Tuhan yang paling baik. Ya, Agama yang saya anut kini adalah agama karena keturunan. Tetapi saya tak ingin hanya sekedar taklid tanpa berijtihad, saya terus dan terus mencari kebenaran meski kebenaran yang absolut di dunia selalu saja tak pernah saya temui. Dan makin kesini saya sadar bahwa kebenaran suatu agama adalah sebuah kerelatifitasan yang tak boleh diingkari. Karena kebenaran yang relatif itulah, selalu saja ada pertikaian dengan mengatasnamakan agama.
Sebenarnya sejak dahulu sudah berlangsung "dialog antar agama". Dimana para tokoh agama sedunia berkumpul untuk membicarakan perdamaian dan mengembangkan persaudaraan, walau hubungan itu hanya dijadikan sebagai formalitas saja. Tapi tak dapat dipungkiri bahwa semua pihak merasa saling membutuhkan agar bisa mengeliminir konflik serta kesenjangan antar agama. Terkadang kesenjangan itu lahir akibat luka sejarah atau perbedaan elementer dalam keyakinan. Maka dari itu banyak pihak yang enggan tenggelam dalam perdebatan tentang akidah yang paling mendasar, karena khawatir justru akan memperkeruh suasana dan dinamika keagamaan. Orang yang mengajak berdebat atau berdiskusi tentang masalah akidah yang jelas-jelas berbeda tak lain halnya membangunkan macan yang sedang tertidur pulas.
Saya masih ingat ketika itu tanggal 11 September 2001, saya baru 2 bulan berada di kelas 2 SD, saya beserta kakak dan ibu saya bersama menonton acara televisi yang mempertontonkan sebuah pesawat yang bertubi-tubi menghantam gedung pencakar langit. Kala itu saya belum mengerti, saya hanya merasa senang karena ada pesawat yang keluar masuk gedung dan bahkan menghancurkannya, saya kegirangan sedangkan ibu saya merasa kecewa terhadap Islam, sama sekali tak saya mengerti apa maksud dari perkataan ibu yang mengatakan kecewa dengan Islam. Namun semakin kesini saya baru tahu bahwa Islam yang berada dalam bimbingan Usamah Bin Laden sedang melaksanakan 'Jihad' yang menurut mereka surga telah didepan mata menanti. Selain itu sebulan kemudian tepatnya pada tanggal 7 Oktober 2001 dilanjutkan dengan perang atas Afganistan oleh pasukan koalisi, dialog antar agama pada saat itu terasa sangat dibutuhkan. Dan kunjungan Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon, ke Masjid Al-Aqsha pada 28 September 2000 juga menambah keruh persoalan antar agama. Konflik Palestina-Israel pasca kunjungan itu semakin kental berbau manipulasi agama.
Dari pelbagai konflik yang terjadi, semua didasari atas keyakinan bahwa agama yang dianut adalah agama yang paling benar serta mulia dimata Tuhan ketimbang yang lain. Yahudi misalnya, mereka meyakini bahwa Yudaisme merupakan asal dari agama-agama langit yang lain. Yudaisme juga dianggap sebagai agama Monotheis (Bertuhan Tunggal) pertama. Mereka yang mendapat julukan 'bangsa pilihan Tuhan' yang dijanjikan tanah,susu, dan madu. Mereka bangga atas klaim teologis seperti itu, bahkan agama-agama langit yang lain mereka anggap adalah bagian dari Yahudi. Yesus misalnya, mereka yakin bahwa Yesus terlahir sebagai Yahudi. Islam juga mengakui kedudukan Yahudi, hingga Yahudi tertulis dalam Al-Qur'an.
Dari sisi doktrin keagamaan, Kristiani yakin bahwa mereka adalah 'anak-anak Tuhan'. Umat Kristiani punya kadar kebencian tertentu terhadap umat Yahudi. Bagi mereka, Yesus pertama kali diutus untuk umat Yahudi, namun karena umat Yahudi menolak, perutusannya pindah kepada umat Kristiani. Dan karena umat Yahudi pulalah penguasa Romawi menyalib Yesus di tiang kematian.
Sementara itu, Kristen dan Islam tampak sangat bertentangan, terutama dalam soal Ketuhanan (Trinitas dalam Kristen, Tauhid dalam Islam) dan dalam soal penyaliban Isa Al-masih. Trinitas dan penyaliban Yesus sangat inti dalam ajaran Kristen, namun hal ini ditolak mentah-mentah oleh ajaran Islam. Sebagian menganalisis bahwa Teologi Islam sudah jauh dipengaruhi gagasan-gagasan Arius yang menimbulkan perpecahan dalam kekristenan sejak tahun 318 M.
Di dalam Islam juga terdapat teks yang ikut menumbuhkan rasa superior yang lebih di hadapan agama-agama lain. Al-Qur'an menyebut bahwa Islam sebagai 'Umat paling baik yang diturunkan untuk umat manusia' dan 'hanya Islam saja agama yang diperkenankan disisi Tuhan'. Sebagaimana terdapat dalam sejarah Isra Mikraj, Malaikat Jibril justru menjadikan Nabi Muhammad sebagai imamnya para Nabi. Artinya, Nabi Muhammad menempati posisi pertama, apalagi beliau merupakan penutup para Nabi.
Jadi, agama mana sebenarnya yang telah Tuhan beri 'stempel keistimewaan' jika semua penganut agama Ibrahimi meyakini bahwa Tuhan menjadikan mereka sebagai yang teristimewa di hadapan Tuhan?? Lantas apa Islam benar-benar merupakan agama penyempurna bagi agama-agama Ibrahimi sebelumnya, jika Yahudi dan Kristen saja menganggap bahwa mereka juga bagian dari kesempurnaan Tuhan?? Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang tak menimbulkan pernyataan setelahnya, karena sebagai Umat beragama, kita harus mendewasakan fikiran kita bahwa kebenaran itu relatif. Bagiku agamaku benar, bagimu agamaku salah. Pun sebaliknya. Maka dari itu, jika kita sebagai umat beragama bisa menghargai perspektif internal yang paling mendasar dari agama lain, kedamaian pasti akan tercipta. Dan dengan banyaknya agama yang ada didunia seharusnya bisa menjadikan kita semakin meyakini Kebesaran Tuhan.
Wallahu A'lam. :)
Sebenarnya sejak dahulu sudah berlangsung "dialog antar agama". Dimana para tokoh agama sedunia berkumpul untuk membicarakan perdamaian dan mengembangkan persaudaraan, walau hubungan itu hanya dijadikan sebagai formalitas saja. Tapi tak dapat dipungkiri bahwa semua pihak merasa saling membutuhkan agar bisa mengeliminir konflik serta kesenjangan antar agama. Terkadang kesenjangan itu lahir akibat luka sejarah atau perbedaan elementer dalam keyakinan. Maka dari itu banyak pihak yang enggan tenggelam dalam perdebatan tentang akidah yang paling mendasar, karena khawatir justru akan memperkeruh suasana dan dinamika keagamaan. Orang yang mengajak berdebat atau berdiskusi tentang masalah akidah yang jelas-jelas berbeda tak lain halnya membangunkan macan yang sedang tertidur pulas.
Saya masih ingat ketika itu tanggal 11 September 2001, saya baru 2 bulan berada di kelas 2 SD, saya beserta kakak dan ibu saya bersama menonton acara televisi yang mempertontonkan sebuah pesawat yang bertubi-tubi menghantam gedung pencakar langit. Kala itu saya belum mengerti, saya hanya merasa senang karena ada pesawat yang keluar masuk gedung dan bahkan menghancurkannya, saya kegirangan sedangkan ibu saya merasa kecewa terhadap Islam, sama sekali tak saya mengerti apa maksud dari perkataan ibu yang mengatakan kecewa dengan Islam. Namun semakin kesini saya baru tahu bahwa Islam yang berada dalam bimbingan Usamah Bin Laden sedang melaksanakan 'Jihad' yang menurut mereka surga telah didepan mata menanti. Selain itu sebulan kemudian tepatnya pada tanggal 7 Oktober 2001 dilanjutkan dengan perang atas Afganistan oleh pasukan koalisi, dialog antar agama pada saat itu terasa sangat dibutuhkan. Dan kunjungan Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon, ke Masjid Al-Aqsha pada 28 September 2000 juga menambah keruh persoalan antar agama. Konflik Palestina-Israel pasca kunjungan itu semakin kental berbau manipulasi agama.
Dari pelbagai konflik yang terjadi, semua didasari atas keyakinan bahwa agama yang dianut adalah agama yang paling benar serta mulia dimata Tuhan ketimbang yang lain. Yahudi misalnya, mereka meyakini bahwa Yudaisme merupakan asal dari agama-agama langit yang lain. Yudaisme juga dianggap sebagai agama Monotheis (Bertuhan Tunggal) pertama. Mereka yang mendapat julukan 'bangsa pilihan Tuhan' yang dijanjikan tanah,susu, dan madu. Mereka bangga atas klaim teologis seperti itu, bahkan agama-agama langit yang lain mereka anggap adalah bagian dari Yahudi. Yesus misalnya, mereka yakin bahwa Yesus terlahir sebagai Yahudi. Islam juga mengakui kedudukan Yahudi, hingga Yahudi tertulis dalam Al-Qur'an.
Dari sisi doktrin keagamaan, Kristiani yakin bahwa mereka adalah 'anak-anak Tuhan'. Umat Kristiani punya kadar kebencian tertentu terhadap umat Yahudi. Bagi mereka, Yesus pertama kali diutus untuk umat Yahudi, namun karena umat Yahudi menolak, perutusannya pindah kepada umat Kristiani. Dan karena umat Yahudi pulalah penguasa Romawi menyalib Yesus di tiang kematian.
Sementara itu, Kristen dan Islam tampak sangat bertentangan, terutama dalam soal Ketuhanan (Trinitas dalam Kristen, Tauhid dalam Islam) dan dalam soal penyaliban Isa Al-masih. Trinitas dan penyaliban Yesus sangat inti dalam ajaran Kristen, namun hal ini ditolak mentah-mentah oleh ajaran Islam. Sebagian menganalisis bahwa Teologi Islam sudah jauh dipengaruhi gagasan-gagasan Arius yang menimbulkan perpecahan dalam kekristenan sejak tahun 318 M.
Di dalam Islam juga terdapat teks yang ikut menumbuhkan rasa superior yang lebih di hadapan agama-agama lain. Al-Qur'an menyebut bahwa Islam sebagai 'Umat paling baik yang diturunkan untuk umat manusia' dan 'hanya Islam saja agama yang diperkenankan disisi Tuhan'. Sebagaimana terdapat dalam sejarah Isra Mikraj, Malaikat Jibril justru menjadikan Nabi Muhammad sebagai imamnya para Nabi. Artinya, Nabi Muhammad menempati posisi pertama, apalagi beliau merupakan penutup para Nabi.
Jadi, agama mana sebenarnya yang telah Tuhan beri 'stempel keistimewaan' jika semua penganut agama Ibrahimi meyakini bahwa Tuhan menjadikan mereka sebagai yang teristimewa di hadapan Tuhan?? Lantas apa Islam benar-benar merupakan agama penyempurna bagi agama-agama Ibrahimi sebelumnya, jika Yahudi dan Kristen saja menganggap bahwa mereka juga bagian dari kesempurnaan Tuhan?? Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang tak menimbulkan pernyataan setelahnya, karena sebagai Umat beragama, kita harus mendewasakan fikiran kita bahwa kebenaran itu relatif. Bagiku agamaku benar, bagimu agamaku salah. Pun sebaliknya. Maka dari itu, jika kita sebagai umat beragama bisa menghargai perspektif internal yang paling mendasar dari agama lain, kedamaian pasti akan tercipta. Dan dengan banyaknya agama yang ada didunia seharusnya bisa menjadikan kita semakin meyakini Kebesaran Tuhan.
Wallahu A'lam. :)