Sudah menjadi rahasia umum, barangkali, bahwa umat manusia di Indonesia memiliki agenda tahunan untuk membicarakan sesuatu yang itu-itu saja. Umat manusia di Indonesia memang unik, apa pun bisa menjadi bahan obrolan yang kadang mengasyikkan, kadang menjengkelkan. Ada yang argumentatif, ada juga yang kalau bicara selalu "katanya-katanya", dan akhirnya terjadilah logical fallacy atau pikirannya menjadi buntu alias sesat.
Agenda rutin di akhir tahun lalu ada Hari Raya Natal Kanjeng Nabi Yesus yang berdekatan dengan Maulid Kanjeng Nabi Muhammad, dan Tahun Baru Masehi. Semua ramai mempermasalahkan ketiga hari besar itu. Ada yang merayakan dengan gembira, ada juga yang tidak merayakan dengan alasan tertentu sembari mencibir orang-orang yang merayakan. Tapi toh, merayakan atau tidak merayakan, dirayakan atau tidak dirayakan, kita pasti melewati hari besar itu dan sebagai manusia yang menjadi khalifah di bumi, kita tetap dituntut untuk senantiasa berbuat baik. Kasian, yang ngotot-ngototan berusaha melarang dan mencibir, barangkali pahalanya luntur atau dosanya tak terkikis, sia-sia.
Jadi, aku tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Bagiku, Tuhan tak pernah melarang selama perbuatan yang dilakukan adalah hal baik dan bermanfaat bagi segenap umat manusia, khususnya di Indonesia. Menjadi sesuatu yang sangat disesalkan ketika perdebatan itu justru menambah tebal kandungan racun kebodohan di otak kita, dan berdampak pada peradaban bangsa Indonesia yang justru mundur. Bahkan, bukan tidak mungkin, bangsa lain bisa tertawa melihat kelakuan bangsa kita yang selalu punya agenda tahunan hanya untuk berdebat yang itu-itu saja. Lucu deh negeri ini.
Di awal-awal tahun ini, seperti biasa, kita dipertemukan dengan tiga hal; Hujan, Imlek, dan Valentine. Hujan dengan Imlek memang menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan, hujan yang kian hari semakin deras justru membawa keberuntungan, bagi warga penganut ajaran Kanjeng Nabi Konfusius khususnya. Karena Nabi Konfusius tidak termaktub dalam kitab suci secara harfiyah, maka ajaran Konghucu dianggap mengada-ada dan mengucapkan selamat kepada hal yang kebenarannya diragukan, katanya sih haram. Mengucapkan selamat haram, menerima angpao sih tetep halal, menikmati libur Imlek ya Puji Tuhan.
Sedangkan Valentine yang diyakini sebagai hari kasih sayang bermuara pada cerita cinta yang oleh sebagian besar umat manusia dilabeli dengan cap perzinaan, jadi haramlah kalau dirayakan. Jangankan merayakan saudara, mengucapkan selamat saja sudah haram, merayakan dengan hal-hal positif pun diyakini sebagai tindakan yang haram.
Pengharaman itu menggunakan dalil dan argumentasi keagamaan. Menjadi asik ketika yang menyampaikan dalil itu argumentatif dalam penyampaiannya, menjadi geli ketika dalil itu justru untuk menyerang umat manusia yang dengan bahagia merayakan dengan hal-hal yang positif, dengan kata lain jauh dari perbuatan zina. Sama halnya ketika Imlek, dalil keagamaan menjadi alat untuk menyerang orang-orang yang ikut membantu dalam perayaan.
Padahal Imlek itu sama sekali bukan perayaan keagamaan, melainkan perayaan adat atau kebudayaan. Apa pun agamanya, asal ada keturunan Tiongkok dan percaya dengan ajaran Kanjeng Nabi Konfusius boleh merayakan. Karena Imlek itu serupa acara atau adat kebudayaan untuk mengusir jin, setan, atau hal-hal yang buruk. Silakan cari referensinya sendiri-sendiri ya.
Begitu pun Valentine, sama sekali bukan upacara keagamaan. Itu produk budaya. Kebetulan saja yang menjadi pelaku muasalnya adalah orang yang beragama, kemudian karena menurut sebagian besar orang, cintanya Si Valentino itu luar biasa dahsyat, akhirnya hari dan tanggal kematiannya diperingati sebagai Hari Valentine atau Hari Kasih Sayang.
Jadi, ada yang beranggapan, termasuk diriku, kalau kita merayakan Hari Valentine dengan hal-hal yang positif dan jauh dari segala sesuatu yang mendekati zina, silakan. Tapi dengan catatan, merayakannya tidak dimaksudkan untuk melanggengkan perzinaan itu, melainkan diniatkan untuk mengubah keburukan (perzinaan) menjadi kebaikan. Namun, ada juga sebagian lagi yang beranggapan, haram untuk segala sesuatu yang berbau Valentine, baik mengucapkan selamat apalagi merayakannya.
Mengucapkan Selamat Hari Raya Imlek juga tidak menjadi masalah, karena dengan mengucapkan kata "selamat", kita berdoa atas nama kemanusiaan, semoga dalam perayaannya teman-teman Tionghoa diberi kelancaran tanpa suatu kendala apa pun. Kata "selamat" itu pun semoga membawa rezeki, mendapat angpao beserta isinya senilai lima puluh ribu, misalnya. Lumayan untuk membeli paket data. Hihihihhi.
Kira-kira itu, agenda tahunan orang Indonesia yang selalu menjadi perdebatan yang tidak jelas juntrungannya.