Menikmati angin pagi. Foto: Muhammad Ammar |
Kala musim gugur telah tiba,
meruntuhkan daun-daun keegoisan yang memerah-marah seketika,
kemudian berganti,
tumbuh daun-daun optimisme baru yang katanya dinanti-nanti.
Seorang sastrawan pernah berkata; daun yang gugur tak pernah membenci angin,
mungkin maksudnya karena sebenarnya angin sedang berbuat kebajikan bukan kebijakan,
angin mengerti kapan daun mesti berganti
seperti itu barangkali,
maka daun tak pernah membencinya.
Tapi bagaimana bila diantara daun dan angin saling rasa?
maksudku intim,
memiliki hubungan khusus
sehingga daun tak pernah, jangankan menyalahkan, membenci saja tidak.
Daun baru tumbuh berkat keintiman itu,
namun angin tetap saja mengganggu,
berusaha mengutak-atik tubuh daun agar gugur,
atau mungkinkah angin itu feminin?
kerjanya menggoda dan mengganggu,
hingga tiap daun yang bergelayut pada ranting selalu saja gugur,
adakah angin memiliki maksud tertentu? maksud baik namun tersampaikan dengan tidak laik. Benarkah angin seperti itu?
Entahlah...
Bekasi Utara, 25 Februari 2017
Aru Elgete
0 komentar: