Logo IPNU. Sumber: ipnu.or.id |
Menyedihkan. Barangkali itu ungkapan yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) saat ini. Bagaimana tidak, beberapa orang yang menjadi bagian dari kepengurusan IPNU di tingkat pusat, terdaftar sebagai Calon Anggota Legislatif (Caleg) pada 2019 mendatang.
Diantaranya adalah Ketua Umum PP IPNU Asep Irfan Mujahid, Sekretaris Umum Hadison Usmar, dan Bendahara Umum Muhammad Iksan Saruna. Secara organisasi, yang dilakukan "oknum" tersebut jelas mencederai aturan main yang telah ditetapkan.
Kalau pun ingin taat organisasi, maka mereka harus mundur dari jabatannya. Sebab jika tidak, maka akan berimbas buruk pada kerja-kerja organisasi. Mereka seperti memberikan contoh buruk kepada para kader dan pengurus IPNU di tingkat wilayah maupun di level cabang.
Asumsi yang bakal berkembang, sebagai imbas dari perbuatan yang tidak menaati aturan organisasi itu adalah bahwa berpolitik praktis menjadi hal yang wajar sekalipun sedang berperan sebagai pengurus IPNU. Bahkan parahnya, ke depan, IPNU akan dicap sebagai organisasi sayap partai. Atau bisa saja, IPNU ini disebut-sebut sebagai batu loncatan untuk terjun ke politik praktis.
Dampak-dampak buruk itulah yang seharusnya menjadi pertimbangan sebelum terjun payung ke ranah politik praktis. Identitas organisasi menjadi rusak. Marwah, kehormatan, martabat, dan kemuliaan IPNU tak lagi dihiraukan mereka, sehingga organisasi pengkaderan paling awal di tubuh NU ini kian tak jelas arah.
Sekalipun arah itu kentara, maka tentu mengarah pada pergerakan politik praktis. Hal ini jelas sudah melenceng dari tujuan awal IPNU didirikan. Para kader dan pengurus IPNU di tingkat lokal, tentu sangat kecewa mendengar kabar buruk ini. Terlebih mereka yang benar-benar tulus memberikan jiwa raganya untuk membesarkan nama IPNU di daerah masing-masing.
Bagi saya, para pengurus yang tulus (tanpa kepentingan taktis apa pun) mengurusi IPNU harus lantang menyuarakan kebenaran. Ini menjadi bagian dari qulil haq walau kaana murron. Kebenaran harus diungkap, sekalipun pahit dirasa. Perbuatan yang dilakukan para elit PP IPNU itu merupakan bentuk kezaliman, maka diam adalah perbuatan yang lebih zalim.
Suara-suara yang lantang itu haruslah dijadikan sebagai ajang untuk introspeksi, kemudian memperbaiki organisasi. Sedangkan untuk memperbaiki organisasi IPNU, agar IPNU tidak terluka semakin parah, maka mereka yang nyaleg itu harus mundur dari jabatannya. Sebagaimana yang tertuang dalam PD/PRT IPNU hasil Kongres Boyolali, beberapa tahun lalu.
Sebagaimana dilansir antaranews.com, Ketua PP IPNU Amizar Isma dalam keterangan tertulis, menyebutkan bahwa elit IPNU harus meneladani KH Ma'ruf Amin yang mundur dari jabatan Rais 'Aam ketika resmi ditetapkan sebagai cawapres mendampingi presiden petahana.
PP IPNU itu merupakan cerminan dari PBNU di level pelajar. Maka sudah sepantasnya, mereka mencontoh sikap bijak yang dilakukan Kiai Ma'ruf. Pengunduran diri sangat perlu agar pengurus bisa berkonsentrasi dengan tugas-tugas untuk membesarkan organisasi. Sebab pencalegan membutuhkan konsentrasi yang lebih besar.
Imbasnya, para caleg dari PP IPNU itu akan sulit berkonsentrasi pada dua tugas yang berbeda. Jabatan-jabatan organisasi harus dilepas saat mereka melaju dalam politik praktis. Dengan demikian, jika aturan organisasi dipatuhi, pengkhianatan terhadap organisasi tidak akan terjadi. Dan IPNU tidak tercoreng karena ulah ketidakpatuhan para elitnya.
Langkah organisasi IPNU jelas terganggu. Sebab, para sosok yang semestinya menjadi teladan itu tidak mencontohkan bagaimana berorganisasi dengan baik. Karenanya, pengunduran mereka yang maju di Pileg 2019 dari jabatan di IPNU, akan membuat organisasi kian solid.
Lantas, apakah kegaduhan para kader di bawah, seperti yang saya lakukan ini adalah ujaran kebencian? Atau bisakah tulisan ini dinilai dan dianggap sebagai upaya merusak nama baik IPNU? Kalau begitu, mari introspeksi. Siapa yang sebenarnya mengkhianati amanat organisasi, melanggar sumpah, dan menjadikan citra IPNU hancur?
Maka sesungguhnya, mundur dari jabatan adalah kemuliaan, rekan. Bagaimana?
Aru Elgete
Ketua PAC IPNU Kecamatan Bekasi Utara
0 komentar: