Swafoto dengan Bang Hasan (kiri) |
Jumat pekan lalu, pada 19 Oktober 2018, usai salat Jumat di
Masjid Asrama Haji Bekasi, saya bertemu dengan salah seorang pemuda kepunyaan
Kota Bekasi.
Di Bekasi Utara, di kalangan anak-anak muda dan remaja, namanya
kerap menjadi perbincangan.
Dia-lah Hasan Muhtar. Sekretaris Gerakan Pemuda (GP) Ansor
Kota Bekasi itu, tengah mencoba peruntungan di dunia politik. Kini, pria yang
akrab disapa Bang Hasan itu menjadi Calon Anggota Legislatif (Caleg) Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, melalui Partai Golongan Karya (Golkar)
nomor urut 4 dengan Daerah Pemilihan 2, Bekasi Utara.
Caleg yang menjadi representasi dari kaum milenial itu,
berbicara banyak soal dunia politik hari ini. Katanya, politik di negeri ini
sedang mengalami perubahan. Yakni dari politik konvensional menuju politik
digital. Sebagai milenials, dia paham betul strategi yang jitu untuk merangkul
para pemuda.
Kaum milenial, hidupnya tak pernah lepas dari gadget. Mulai bangun
tidur hingga terlelap kembali, gadget senantiasa menyertai hidupnya. Maka, Bang
Hasan, lebih memprioritaskan untuk mengkampanyekan diri melalui media sosial
terlebih dulu.
Turun ke lapangan, nongkrong bareng anak muda, dan
menyambangi warga sudah dilakukan. Tapi belum ingin dimaksimalkan. Sebab
menurutnya, kampanye turun langsung ke masyarakat itu hanya efektif saat tiga
bulan jelang pemilihan. Saat ini, yang dia lakukan adalah mem-buzzer akun media sosialnya.
Terlepas dari berbagai strategi kampanye yang dilakukan itu,
hal menarik yang saya dapatkan saat berbincang santai dengannya adalah soal
fenomena anak muda. Katanya, ada dua kategori pemuda saat ini: kalau tidak
apatis, pasti pragmatis.
Kebanyakan dari mereka, anak-anak muda, memandang politik sebagai
momok menakutkan sehingga harus dijauhi dari kehidupan sehari-hari. Padahal,
politik merupakan pijakan awal untuk mampu melakukan perubahan di kehidupan
masyarakat.
Kalau memang, politik disebut-sebut sebagai biang dari
perpecahan di negeri ini, maka anak-anak muda harus tampil dengan mengubah
penampilan politik menjadi lebih kekinian. Apatis, sikap acuh tak acuh terhadap
politik yang menjangkiti anak muda, menurut Bang Hasan, sebenarnya bisa diatasi.
Begini, ada yang bilang bahwa politik adalah seni
mempengaruhi orang lain. Ketika mampu mempengaruhi orang lain, sehingga
memiliki satu frekuensi pemikiran dengan orang banyak, disitulah politik sudah
bekerja dengan baik.
Hal yang terpenting untuk bisa mempengaruhi anak muda agar
gandrung terhadap politik adalah dengan cara mengemas gaya komunikasi. Menurut
Bang Hasan, politik itu bukan serupa film horor atau misteri gunung merapi.
Akan tetapi, politik itu seperti kue coklat.
Politik seperti film horor dan politik seperti kue coklat,
menurut saya, hanya berlainan kemasan saja. Jika para senior dan elit politik
menampilkan gaya berpolitik dengan angkuh dan hanya berorientasi pada kekuasaan
semata, maka anak-anak muda harus mampu mengemas politik dengan gaya yang baru.
Misalnya politik seperti wahana bermain yang di sana terdapat
berbagai pilihan untuk menentukan segala kebijakan bagi kesejahteraan dan
kemaslahatan warga. Politik seperti kue coklat berarti politik memiliki daya tarik
karena kenikmatan dan rasanya yang membuat siapa pun menjadi candu.
Gaya komunikasi yang menggunakan permisalan semacam itu
sangat penting dilakukan untuk bisa merangkul anak muda. Kalau Bang Hasan ini
sudah mampu didekati oleh banyak kaum milenial di Bekasi Utara, maka saat nanti
duduk di kursi parlemen, dia bisa menjadi teladan atau motivasi generasi
berikutnya untuk ikut berpartisipasi di dunia politik.
“Pemuda apatis dengan politik, sudah gak jaman,” kata Bang
Hasan. Kalimat itu kemudian seringkali dimunculkan yang, menurut saya, sebagai
pemicu dan motivasi agar anak-anak muda, kaum milenial, dapat turut serta di
dalam percaturan dunia politik.
Menurutnya, anak-anak muda harus melek politik agar tidak
mudah dimanfaatkan oleh politisi-politisi pengejar kekuasaan yang kemudian
meninggalkan konstituen saat sudah jadi penguasa. Pragmatisme di dalam gaya
berpikir anak muda seringkali menjadi angin segar atau serupa washilah para politisi untuk dapat
menduduki jabatan dengan mudah.
Saat kampanye, banyak fenomena yang telah menjadi rahasia
umum. Yakni politik uang yang melibatkan anak-anak muda. Hal itu disebabkan
oleh ketidaktahuan para pemuda soal politik. Maka oleh sebagian besar elit
politik, anak-anak muda hanya akan dijadikan alat saja.
Apatis dan pragmatis merupakan bentuk kausalitas. Keduanya
saling berkaitan. Jika apatis, besar kemungkinan anak-anak muda akan
terjerembab di jurang pragmatisme. Pragmatis, disebabkan karena sikap apatis,
acuh tak acuh, dan tidak peduli dengan politik.
Karenanya, demi merangkul suara anak-anak muda yang notabene
adalah pemilih pemula dari kalangan milenial, maka kemasan politik hari ini
haruslah diubah. Ongkos politik memang tidak sedikit. Akan tetapi, dapat diminimalisasi
dengan gaya politik yang berbasis pada kedekatan emosional.
Jika anak-anak muda kekinian, kesehariannya digandrungi oleh
media sosial, maka para politisi muda harus ambil bagian di sana. Menampilkan
kesan bahwa menjadi anak muda yang terjun ke dunia politik adalah sebuah
keniscayaan.
Kalau tembok-tembok pemisah antara anak muda dengan politik,
berupa sikap apatis dan pragmatis itu bisa dihancurkan, maka saya yakin, Bang
Hasan akan sangat dengan mudah duduk di kursi parlemen. Duduknya Bang Hasan di
sana juga merupakan keniscayaan, bukan hanya sebagai wakil dari warga
masyarakat Bekasi Utara secara umum, tetapi juga sebagai perwakilan kaum
milenial yang berprestasi di bidang politik.
Bang Hasan sudah memberi contoh dan teladan baik, kita
sebagai anak muda, khususnya di Bekasi Utara, haruslah senantiasa mendukung dan
mengikuti jejak langkahnya.
Selamat berjuang, Bang!
0 komentar: