Sumber foto: suara.com |
KH Ma’ruf Amin terlahir dari keluarga pesantren, keluarga kiai dan ulama. Dari ayah dan ibunya, ia mewarisi darah ulama yang sanad keilmuannya tersambung kepada Rasulullah SAW. Akan tetapi, ia juga mewarisi darah keningratan.
Jalur Banten
Dari jalur silsilah Banten, Kiai Ma’ruf tersambung kepada Sultan Maulana Hasanuddin bin Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Berikut silsilah lengkapnya:
KH Ma’ruf Amin – KH Muhammad Amin Koper – Kiai Abdullah – Nyai Kati – Nyai Kanisah – Syekh Alim – Syekh Abdullah – Syekh Ibrohim – Syekh Hasan Bashri Cakung – Raden Mahmud – Raden Saleh – Sultan Abdul Mufakhir – Sultan Maulana Muhammad – Sultan Maulana Yusuf – Sultan Maulana Hasanuddin – Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
Jalur Sumedang
Dari Jalur Sumedang, Kiai Ma’ruf tersambung kepada Prabu Geusan Ulun (Syarif Ja’far) yang beristrikan Ratu Harisbaya. Silsilahnya adalah: Syekh Hasan Bashri Cakung – Raden Ayu Fatimah – Raden Wiranegara – Pangeran Wiraja II – Pangeran Wirajaya I – Prabu Geusan Ulun Sumedang.
Silsilah Prabu Geusan Ulun tersambung kepada Syekh Datuk Kahfi, Penyebar Islam di Cirebon. Geusan Ulun – Pangeran Santri (Maulana Soleh) – Pangeran Pamelekaran – Pangeran Panjunan (Syekh Abdurrahman) – Syekh Nurjati (Syekh Datuk Kahfi).
Jalur Madura
Ratu Harisbaya bernama lain Nyai Narantoko. Silsilah lengkapnya: Ratu Harisbaya – Pangeran Suhra Pradoto (Jambringin Pamekasan) – Ki Pragalbo (Bangkalan) – Ki Demang Plakaran – Aryo Pojok (Sampang).
Jalur Demak
Pangeran Suhra Pradoto beristrikan Ratu Pembayun. Ratu Pembayun – Sultan Trenggana – Raden Patah (Demak).
Syekh Nawawi Al-Bantani
Kiai Ma’ruf Amin juga tersambung nasabnya dengan Syekh Nawawi Al-Bantani dari jalur ibu, sekalipun secara tidak langsung. Syekh Nawawi punya enam saudara, yakni: Ahmad Syihabudin, Tamim, Said, Abdullah, Tsaqilah, dan Sariyah. Kiai Ma’ruf Amin merupakan keturunan langsung dari Syekh Abdullah.
Silsilahnya: Kiai Ma’ruf Amin – Nyai Maemunah – Kiai Muhammad Ramli – Nyai Marsati – Syekh Abdullah – Syekh Abdullah (dari Syekh Nawawi) – Syekh Umar – Syekh Arabi – Syekh Ali – Syekh Jamad – Syekh Janta – Syekh Masbuqil – Syekh Maskun – Syekh Masnun – Syekh Maswi – Syekh Tajul Arsy (Pangeran Sunyaranas) – Sultan Maulana Hasanuddin – Syekh Syarif Hidayatullah.
Dari jalur ayah dan ibu, nasab Kiai Ma’ruf bersambung kepada Sultan Maulana Hasanuddin, pendiri dan sultan Banten pertama.
Mencermati silsilah di atas, tampak bahwa Kiai Ma’ruf mewarisi genetik kepemimpinan yang kuat. Ia keturunan dari para raja yang mengislamkan tanah Jawa bagian barat. Ia punya modal sosial yang kuat untuk menjadi penguasa Indonesia yang akan memperkuat keislaman umat yang telah diislamkan oleh para leluhurnya.
Baca juga: Mengenal Kiai Ma'ruf Amin: Politik Jalan Tengah
Baca juga: Mengenal Kiai Ma'ruf Amin: Politik Jalan Tengah
Sanad Keilmuan
Sanad keilmuan Kiai Ma’ruf bersambung dengan jalur para ulama Nusantara yang mendirikan Nahdlatul Ulama (NU). Pertama-tama, ia belajar kepada ayahnya, Kiai Muhammad Amin yang terkenal sebagai ahli fiqih.
Kiai Amin belajar di Makkah selama 15 tahun, antara lain mengambil sanad keilmuan dari Sayyid Alawi Al-Maliki di Makkah. Kiai Amin menjadi guru banyak kiai di seputar Banten, mengajarkan kitab Al-Mahalli, Tuhfah, Al-Muhadzdzab, dan lain-lain.
Lalu, Ma’ruf kecil belajar kepada kakeknya dari ibu, yakni Kiai Muhammad Ramli yang mengambil sanad keilmuannya di Makkah. Diantaranya dari Syekh Mahfuzh At-Tarmasi, ulama asal Termas Pacitan yang menjadi guru para ulama NU. Kiai Ramli memberi cucunya itu berupa ijazah doa-doa yang diamalkan hingga kini.
Kemudian, Ma’ruf belajar sebentar di Perguruan Islam Citangkil, Cilegon, Banten, sebelum melanjutkan penjelajahan ilmunya ke Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Sepulang dari Tebuireng, ia belajar secara tabarrukan di tiga pesatren; Caringin (Labuan Pandeglang), Petir (Serang), dan Pelamunan (Serang).
Setelah bermukim di Jakarta, ia melanjutkan pencarian ilmunya kepada Kiai Ahmad Mi’an dan Kiai Usman Perak di Masjid Al-Fudlola, sebuah masjid bersejarah di Tanjung Priuk. Ia juga mengambil sanad keilmuan dari Habib Ali Husein Al-Attas yang dikenal sebagai Habib Ali Bungur.
Dengan kajian berbagai kitab yang komprehensif itu, Ma’ruf memiliki bekal yang matang dalam mengembangkan dirinya sebagai ulama. Perkembangan keilmuannya bahkan diakui oleh ayahnya sendiri.
“Kalau ada ajaran bahwa seorang ayah boleh sungkem pada anaknya, maka saya akan menjadi orang pertama yang akan sungkem pada Ma’ruf,” ujar Kiai Amin.
(Iip D Yahya, dalam buku KH Ma'ruf Amin: Santri Kelana Ulama Paripurna)