Ilustrasi |
Suatu ketika, di sebuah kampung terpencil, dihebohkan oleh seorang pemilik anjing yang hewan kesayangannya itu mati.
Setelah mati, ia bersikeras untuk mengkafani anjingnya dan kemudian menyolatkan di musala kampung. Tentu, penduduk sekitar menolak dengan keras permintaan majikan anjing itu.
Untuk merendahkan tensi yang sedang memanas sekaligus menyelesaikan permasalahan dengan baik dan secara kekeluargaan, maka dipanggil seorang kiai kondang di kampung itu.
Pak Kiai akan dimintakan fatwa dan pendapatnya mengenai persoalan anjing mati itu yang membikin suasana kampung menjadi heboh. Tak lama, dari kejauhan nampak Pak Kiai sedang berjalan tergopoh-gopoh agak terburu-buru, bersama warga yang menjemputnya.
Setibanya di lokasi, Pak Kiai bertanya, "Mana pemilik anjing mati yang sudah dikafani ini?"
Seorang pria paruh baya maju dan berkata, "Saya pak Kiai."
"Atas dasar apa kamu minta anjing kamu itu dikafani lalu disalatkan sebelum dikubur? Dia kan binatang, bukan manusia. Selain itu tidak ada ajaran dalam Islam soal menyolatkan binatang yang mati!" tegas Pak Kiai.
"T..t..tapi Pak Kiai, ini adalah wasiat dari anjing saya."
"Bohong kamu. Itu tidak mungkin. Mana mungkin anjing bisa berwasiat?!"
"Selain itu anjing saya ini juga berwasiat agar saya menyerahkan uang Rp100 juta kepada siapa pun yang menjadi imam salatnya."
Tak diduga, Pak Kiai tiba-tiba berkata, "Kalau begitu, siapkan prosesi salat dan ajak warga untuk menyolatkan anjingmu itu."
Tentu saja warga kian heboh karena mendengar jawaban Pak Kiai yang sangat absurd dan aneh. Namun, warga tidak ada yang berani menentang kiai kondang tersebut. Sebagian dari mereka pun berbaris di belakang Pak Kiai membentuk shaf salat jenazah.
Setelah selesai salat, ada seorang warga yang memberanikan dirinya untuk bertanya kepada Pak Kiai.
"Pak Kiai, mohon maaf pak. Kenapa Pak Kiai jadi berubah pikiran dan setuju untuk menyolatkan anjing itu?"
"Setelah saya telisik dengan saksama, ternyata anjing itu masih memiliki nasab mulia dari anjing milik pemuda Ashabul Kahfi," jawab Pak Kiai setelah mengambil nafas panjang.
Warga pun hanya bisa mengangguk, entah tanda mengerti atau sekedar ikut-ikutan saja.
*********
Kira-kira, hal apa yang bisa kita petik sebagai pelajaran? Wallahua'lam...