Ilustrasi. Sumber: moondoggiesmusic.com |
Nabi Muhammad lahir di tengah-tengah masyarakat Arab yang ketika itu punya dua ciri. Pertama, dari sisi peradaban, masyarakatnya buta huruf. Kedua, dari sisi teologi, masyarakatnya masih banyak yang dalam keadaan sesat.
Sebagaimana yang termaktub dalam QS 62 ayat 2, bahwa Nabi diutus di tengah-tengah bangsa yang ummiyyin (buta huruf) dan dholalim mubin (sesat). Kemudian, ia diperintah agar membangun masyarakat yang seperti itu menjadi masyarakat yang tercerahkan. Maka, digunakanlah beberapa metode.
Metode pertama adalah yatlu ‘alaihim aayaatih. Nabi memperkenalkan Al-Quran kepada orang-orang Arab yang jahiliyah itu. Sebagai pembawa 'agama baru', Nabi mendapatkan reaksi yang macam-macam dari masyarakat Arab kala itu.
Ada yang mengatakan, bahwa Muhammad putra Abdullah telah beralih-profesi menjadi seorang pembaca mantra atau dukun, pembaca puisi atau sastrawan, penyanyi, dan penyihir. Sebab, bagi masyarakat Arab yang belum mendapat pencerahan ketika itu, Muhammad dirasa aneh, karena dirinya merupakan seorang yang buta-huruf.
Namun demikian, ada saja orang yang mendapat hidayah saat mendengar ayat-ayat Al-Quran dilantunkan. Salah satunya adalah seorang jawara, preman, pemabuk, dan pezina bernama Umar bin Khattab.
Suatu hari, Umar mendengar kabar tentang adiknya yang bernama Fatimah binti Khattab dengan suaminya Sa'id bin Zaid bin Nufail yang telah masuk Islam. Seketika itu pula, Umar marah. Ia lantas mendatangi kediaman sang adik.
Setibanya di sana, tanpa ba-bi-bu Umar langsung mendobrak pintu rumah adiknya. Saat pintu terbuka, ia melihat Fatimah sedang membaca Al-Quran (surat Toha). Umar yang semula ingin marah dengan adiknya itu, seketika itu juga langsung lemas dan ambruk.
"Al-Quran diturunkan untuk menyelamatkan umat manusia. Al-Quran diturunkan tidak membuat celaka kamu sekalian. Diturunkan dari Tuhan yang menciptakan bumi dan langit. Dia adalah arrahman, yang menguasai arasy dan seluruh jagat raya," demikian awal surat Toha, yang dibaca Fatimah, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Kemudian, Umar malah bertanya: aina Muhammad? (Di mana Muhammad?)
Dijawab oleh adiknya: Di sana, di rumahnya Al-Arqam bin Abil Arqam.
Umar langsung lari untuk mendatangi Nabi Muhammad.
Setibanya di kediaman Arqam, Umar kemudian mengetuk pintu. Di dalam rumah itu ada Nabi dengan para sahabatnya yang sedang berdiskusi. Saat melihat Umar datang, para sahabat yang ada di dalam ketakutan, mengira Umar akan marah-marah.
Namun, Nabi dengan tenang membuka pintu dan mengatakan, “Saya semalam berdoa: Allahumma a-izzal Islam bi ahadi umarayn (Ya Allah kuatkanlah Islam dengan salah satu Umar).”
Kalau bukan Umar bin Khattab, maka ‘Amr bin Hisyam atau Abu Jahal. Tapi rupanya hidayah jatuh kepada Umar bin Khattab bukan kepada ‘Amr bin Hisyam. Umar lalu dipersilakan masuk dan membaca syahadat dengan dibimbing langsung oleh Nabi Muhammad. Ia telah masuk Islam, semua sahabat gembira menyambut keislaman Sayyidina Umar bin Khattab.
(Tulisan ini disarikan dari Ceramah KH Said Aqil Siroj di Universitas Mitra Karya, beberapa waktu lalu)
0 komentar: