Sumber: hudacendekia.or.id |
Selamat Ramadan. Semoga berkah untuk kita semua. Ramadan kali ini diawali dengan Jumat, sehingga bakal ada lima kali Jumat yang kita lewati selama menjalankan ibadah puasa ini. Namun, kita tetap harus berada di rumah. Tidak melaksanakan salat Jumat berjamaah di masjid, demi mencegah dan memutus mata rantai penyebaran virus corona.
Ramadan memang bulan yang khas, spesial, dan istimewa. Di dalamnya tercucur rahmat yang tidak berkesudah. Mengalir anugerah yang sangat melimpah. Ampunan dan kasih-sayang Allah juga senantiasa dapat kita rengkuh, asal beribadah dengan penuh sungguh.
Tahun ini, Ramadan menjadi lebih spesial karena menggeser hal-hal spesial seperti Ramadan pada biasanya. Ramadan tahun ini sangat spesial, karena kita membawa atau memindahkan masjid ke rumah. Inilah yang kemudian menjadi bentuk pengejawantahan dari kata pepatah: rumahku surgaku.
Dalam berbagai ibadah wajib maupun sunnah di bulan yang suci ini, ganjarannya akan dilipatgandakan. Ibadah sunnah akan diganjar serupa ibadah wajib, sedangkan ibadah wajib akan diganjar seperti melaksanakan dua kali ibadah wajib. Inilah keistimewaan Ramadan yang sangat dirindukan.
Merayakan Ramadan di rumah, bagi saya, merupakan sebuah anugerah. Sebab, kita akan lebih menjadi fokus untuk beribadah dengan niat dan tujuan hanya kepada Allah, bukan kepada yang lain. Tidak ada unsur riya', ingin dilihat, ingin dibilang saleh --padahal saleh tahunan-- oleh orang lain di sekitar.
Ramadan di rumah, kita akan berhubungan langsung dengan keluarga; orang-orang yang sudah sejak lama hidup dengan kita. Mereka-lah yang sesungguhnya akan menjadi penentu ke mana kita hendak berlabuh di akhirat kelak. Maka, dengan mereka pula-lah seharusnya kita mendulang pahala bersama, meraup ridha Allah dengan berjamaah. Inilah keistimewaannya, Ramadan bersama keluarga.
Tapi, saudaraku, jangan lantaran kita harus beribadah sebulan penuh selama Ramadan ini bersama keluarga, lalu kita lupa dengan sekeliling kita; dengan tetangga kita; dengan orang-orang di sekitar rumah kita; bagaimana keadaan mereka selama masa pandemi ini? Sudah pandemi, Ramadan pula. Secara naluriah-jasadi, Ramadan di tengah pandemi ini akan sangat menyulitkan masyarakat ekonomi kelas bawah. Inilah yang harus kita perhatikan.
Jangan sampai kita lalai. Kata seorang sufi, segala jenis musik tidak dipermasalahkan, bukan perkara yang haram asal dimainkan tidak serta-merta lalai dengan Allah. Namun, ada satu musik yang sangat diharamkan. Musik itu adalah bunyi-bunyian sendok yang dipukul-pukulkan ke piring kosong milik tetangga. Itulah musik yang haram kita dengarkan. Kita harus berbuat. Bukan semata menyenangkan mereka, sebagai manusia, tapi mari diniatkan untuk senantiasa membahagiakan Allah.
Lantas, bagaimana cara membuat Allah bahagia?
Dalam kitab Mukasyafatul Qulub karya Imam Ghazali, terdapat sebuah dialog menarik antara Nabi Musa dengan Allah tentang amalan yang disukai oleh Allah.
“Wahai Allah, aku sudah melaksanakan ibadah yang Engkau perintahkan. Manakah diantara ibadahku yang Engkau senangi? Apakah Salatku?”
“Salatmu itu hanya untukmu sendiri, karena salat membuat engkau terpelihara dari perbuatan keji dan munkar.”
“Apakah Engkau menyukai zikir yang senantiasa aku lakukan?”
“Zikirmu itu untuk dirimu sendiri, karena zikir membuat hatimu menjadi tenang.”
Nabi Musa pun terus menggali informasi tentang amalan yang disenangi oleh Allah.
“Apakah puasaku?”
“Puasamu itu hanya untukmu saja, karena puasa melatih diri dan mengekang hawa nafsu.”
Nabi Musa masih bertanya.
“Lalu ibadah apa yang membuat Engkau senang, ya Allah?”
“Sedekah. Tatkala engkau membahagiakan orang yang sedang kesusahan dengan sedekah, sesungguhnya Aku berada di sampingnya.
Apa yang bisa kita petik sebagai hikmah dari dialog antara Nabi Musa dan Allah itu? Tak lain dan tak bukan adalah bahwa ibadah-ibadah seperti puasa, salat, dan zikir sangat tidak menjamin Allah bahagia terhadap kita. Sekalipun puasa, salat, dan zikir (terlebih di bulan Ramadan) berpahala atau mendapat ganjaran dengan nilai yang sangat tinggi. Namun sungguh, ibadah-ibadah itu hanya berdampak bagi diri sendiri, tidak untuk orang lain.
Sementara sedekah merupakan ibadah atau amal perbuatan yang bukan hanya berpahala tinggi bagi diri sendiri, tetapi juga dapat membuat bahagia orang lain yang sedang kesulitan dan sedang membutuhkan uluran tangan. Hal inilah yang akan membuat Allah menjadi bahagia.
Soekarno pernah mengatakan dengan penuh yakin, “Orang tidak akan bisa mengabdi kepada Tuhan dengan tidak mengabdi kepada sesama manusia. Tuhan bersemayam di gubuk si miskin.”
Abdul Aziz bin Umair mengatakan, “Salat hanya mengantarkan kita pada setengah perjalanan menuju surga. Sedangkan puasa mengantarkan kita ke depan pintu surga. Namun sedekah, membuat kita masuk ke dalam surga.”
Para ulama besar juga senantiasa mengingatkan soal pentingnya bersedekah. Apabila ada seseorang yang hanya fokus pada ritual ibadah untuk dirinya sendiri seperti salat, puasa, dan zikir, maka hal itu belum menjadi upaya untuk mencintai Allah dan upaya agar dicintai Allah. Bahkan, ada seorang ulama yang mengatakan bahwa orang yang hanya fokus dengan beribadah yang bermanfaat bagi dirinya sendiri, belum memenuhi syarat masuk ke surga. Maka, adanya sedekah menjadi penyempurna amal ibadah untuk mengantarkan diri kita ke surga.
Perihal sedekah, Allah sudah menegaskan kecintaan kepada orang yang melakukannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah, “Sedekah, infak, zakat, dan perbuatan baikmu itulah yang membuat Aku senang. Karena tatkala engkau membahagiakan orang yang sedang susah, maka Aku hadir di sampingnya. Dan aku akan menggantinya dengan ganjaran 700 kali lipat.” (Al-Baqarah: 261-262)
Jadi, dalam rangka mengisi hari-hari Ramadan yang harus di rumah saja seperti sekarang ini, kita mesti teliti dan peka terhadap kondisi di sekitar rumah kita. Jangan hanya fokus dengan ibadah ritual di dalam rumah bersama keluarga, sementara ibadah sosial kita tinggalkan hanya karena kita takut terjangkiti virus corona.
Keluarlah sebentar agar tahu kondisi di luar, tentu dengan menggunakan protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh paramedis dan pemerintah. Kita cari dan sambangi, orang yang paling sulit hidupnya di dekat-dekat rumah kita. Jangan sampai, mereka kelaparan. Berbagilah dengan mereka. Jangan sampai kita dijegal oleh Allah saat ingin masuk ke dalam surga, hanya lantaran ada tetangga yang kesulitan tapi kita cuek dan tidak membantunya.
Mari, kita bahagiakan Allah dengan cara membahagiakan sesama kita. Kalau Allah sudah bahagia, maka Dia akan ridha dengan kita. Oleh karenanya, kita akan sangat dengan mudah diberi akses untuk masuk ke surga. Ini cara paling sederhana yang bisa kita lakukan agar kita tidak percuma dan sia-sia melaksanakan ibadah ritual siang-malam. Semoga bermanfaat.
Wallahua'lam...
0 komentar: